KEBUMEN. Akhir tahun 2008 lalu ada penanda lain di plaza alun-alun Kebumen. Peristiwa yang juga menandai peringatan Hari Jadi Kebumen itu ad...
Latest Post
Kamis, 21 November 2013
Ganjar Minta Pabrik Semen Tak Rusak Lingkungan
Rab, 20 Nov 2013
TEMPO.CO, Kebumen
- Rencana penambangan bukit kapur di kawasan eco-karst Gombong selatan
mendapat perhatian khusus Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Dia
meminta Badan Lingkungan Hidup tidak main-main dalam membuat Analisa
Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
”Lihat tata ruangnya.
Kalau ada yang aneh, berarti ada tata uang,” kata Ganjar, usai
menghadiri perayaan Hari Pangan Sedunia ke-33 di Purbalingga, Rabu, 20
November 2013.
Dia mengatakan, jika karst Gombong masuk
kawasan lindung, maka tak boleh ditambang. Menurut dia, pembangunan itu
harus memperhatikan aspek lingkungan dan dampaknya bagi masyarakat
setempat.
Saat ini, dia sedang menunggu proses pembuatan
Amdal. Dia meminta BLH serius dalam membuat Amdal sehingga dia bisa
memutuskan dengan tepat, apakah Amdal penambangan PT Semen Gombong bisa
dilanjutkan atau tidak. »Kalau Amdal beres, ya bisa dilanjutkan. Tapi
kalau Amdal-nya mengatakan tidak bisa dilanjutkan, ya stop pembangunan
pabrik,” katanya.
Dia mencontohkan, penambangan semen di
Bukit Kendeng, Pati, bermasalah karena Amdal-nya tidak beres. Menurut
dia, bukit kapur Kendeng merupakan kawasan karst yang menjadi daya
dukung lingkungan sekitar, sehingga tidak bisa ditambang. »Pokoknya
dalam membuat Amdal jangan sampai ada intervensi pemilik modal. Nanti
keputusan diterima tidaknya Amdal, ada di tangan saya,” katanya.
Kepala
Badan Lingkungan Hidup Kebumen, Masagus Herunoto, mengatakan, IMB
pembangunan pabrik sudah keluar. »Kalau Amdal masih disusun,” katanya.
Menurutnya, penyusunan itu masih dalam tahap awal. Dia juga mengaku akan
memperhatikan kawasan tersebut sebagai kawasan lindung dan kawasan
penyerap air.
Koordinator Komunitas Masyarakat Kawasan
Karst Gombong Selatan, Supriyanto, mengatakan, pembangunan pabrik semen
akan merusak lingkungan. »Sejak awal kami menolak dengan tegas rencana
penambangan bukit kapur Gombong itu,” kata.
Thomas Suryono,
peneliti dari Acintyacunyata Speleological Club Yogyakarta, membuat
simulasi matematis potensi hilangnya air jika pabrik jadi dibangun.
»Berdasarkan perhitungan kami, 1,75 juta meter kubik air akan berubah
menjadi air permukaan yang bisa menjadi pemicu banjir,” katanya.
Geologis
PT Semen Gombong, I Wayan Tirka Laksana, membantah keberadaan gua di
bukit kapur yang akan ditambang. »Tidak ada gua di lahan kami,” katanya.
Ia
menyebutkan, bukit kapur yang akan ditambang hanya sekitar 3-5 persen
dari total kawasan karst Gombong yang luasnya mencapai 4.894 hektare.
Menurut dia, lokasi tambang PT Semen Gombong berada di kawasan timur
karst Gombong. Sedangkan gua yang terbentuk puluhan juta tahun lalu itu,
disebutnya berada di kawasan barat.
PT Semen Gombong
merupakan anak perusahaan Grup Medco milik pengusaha Arifin Panigoro.
Total luas lahan yang akan ditambang, ditambah pabrik, mencapai 500
hektare di Kecamatan Buayan dan Rowokele. Pendirian pabrik saat ini
sedang menunggu pembuatan Amdal.
ARIS ANDRIANTO
Rabu, 20 November 2013
Pabrik Semen Gombong Dinilai Langgar Tata Ruang
TEMPO.CO – Sel, 19 Nov 2013
TEMPO.CO, Kebumen
- Rencana pembangunan pabrik semen oleh PT Semen Gombong dinilai tidak
tepat karena melanggar Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kebumen. Kawasan bukit karst Gombong selatan sebenarnya masuk
dalam kawasan lindung yang tak boleh ditambang.
"Dalam
Perda RTRW Kebumen, karst Gombong masuk dalam kawasan lindung yang
sangat penting untuk hajat hidup orang banyak," kata Thomas Suryono,
salah satu peneliti dari Acintyacunyata Speleological Club Yogyakarta,
Selasa, 19 November 2013.
Dalam peraturan daerah tersebut,
bentang alam karst Gombong yang memiliki luas 4.894 hektare berfungsi
sebagai kawasan resapan air. Kecamatan Buyan yang masuk dalam peta
penambangan sebenarnya termasuk kawasan hutan lindung.
Thomas
mengatakan bukit karst Gombong selatan sebenarnya juga telah dilindungi
dalam Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
yang menyebutkan terdapat dua alasan penting bahwa bentang alam karst
seharusnya menjadi bagian dari Kawasan Lindung Nasional. "Kawasan karst
sebagai daerah resapan air dan keunikan morfologinya," katanya.
Thomas
menambahkan, pengupasan batu gamping dalam skala besar dikhawatirkan
akan merusak tata hidrologi. "Dalam tiga tahun setelah penambangan,
kawasan sekitarnya akan kering saat kemarau dan banjir saat hujan,"
katanya.
Kepala Badan
Lingkungan Hidup Kebumen, Masagus Herunoto mengatakan, Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) pembangunan pabrik sudah keluar. "Kalau Amdal masih
disusun," katanya. Pada
saat ini penyusunan amdal oleh BLH masih dalam tahap awal. Penyusunan
Amdal akan memperhatikan kawasan tersebut sebagai kawasan lindung dan
kawasan penyerap air. Dengan Amdal, kata dia, akan terlihat dampak
pabrik itu terhadap lingkungan dan masyarakat.
TEMPO.CO, Jakarta
- Rencana pembangunan pabrik PT Semen Gombong hanya tinggal menunggu
keluarnya analisis dampak lingkungan. Kepala Badan Lingkungan Hidup
Kebumen, Masagus Herunoto, menyatakan penyusunan amdal akan
memperhatikan kawasan itu sebagai kawasan lindung dan penyerap air.
Dia
akan memastikan bukit kapur yang akan ditambang berada di luar kawasan
lindung. »Kami juga akan melihat apakah warga sekitar tambang
mengizinkan apa tidak,” kata Masagus, Senin, 18 November 2013.
Site
Manager PT Semen Gombong, Tineke Sunarni, mengatakan PT Semen Gombong
akan mengikuti seluruh peraturan perundangan yang ada. "Kami optimistis
Amdal bisa segera keluar dan kami bisa segera membangun pabrik,"
katanya.
Ia mengatakan, sebenarnya Amdal pembangunan pabrik
sudah pernah keluar pada 1996. Hanya saja, karena ada krisis moneter,
proyek itu dihentikan. Saat ini mereka harus membuat Amdal baru dengan
peraturan baru.
Ia menyebutkan, bukit kapur yang akan
ditambang hanya 3-5 persen dari total kawasan karst Gombong sebesar
4.894 hektare. Menurut dia, lokasi tambang PT Semen Gombong berada di
kawasan timur karst Gombong. Tineke mengklaim lokasi tambang berbeda
dengan gua karst berumur puluhan juta tahun yang menurut dia berada di
sebelah barat.
PT Semen
Gombong merupakan anak perusahaan Grup Medco milik pengusaha Arifin
Panigoro. Total luas lahan yang akan ditambang ditambah pabrik mencapai
500 hektare di Kecamatan Buayan dan Rowokele.
TEMPO.CO, Kebumen
- Masyarakat sekitar lokasi penambangan menolak rencana pendirian
pabrik PT Semen Gombong. Mereka khawatir, penambangan bukit kapur akan
menurunkan kualitas dan mengurangi pasokan air yang selama ini
diandalkan ribuan masyarakat. “Sejak awal kami menolak tegas rencana
penambangan bukit kapur Gombong,” kata Koordinator Komunitas Masyarakat
Kawasan Karst Gombong Selatan, Supriyanto, Selasa, 20 November 2013.
Saat
ini, kata dia, ada 35 relawan anggota komunitas yang secara sukarela
melakukan sosialisasi tentang pentingnya kawasan karst. Pada zaman
Soeharto, mereka tak berani melawan karen aparat keamanan bertindak
represif.
Rencana penambangan pabrik semen, kata Supriyanto,
dimulai sejak 1996. PT Semen Gombong, sebagai investor, sudah
membebaskan lahan untuk lokasi pabrik dan lahan karst untuk ditambang.
Karst Karangbolong atau Karst Gombong Selatan memiliki fungsi sebagai
penangkap, penyimpan dan penyuplai air bersih bagi masyarakat yang hidup
di sekitarnya (Foto. A.B. Rodhial falah)
PRAJURIT tua tak pernah mati, mereka hanya memudar hilang”. Kalimat
Jenderal Mac Arthur melintas di ingatan saat membaca laporan Otto
Soemarwoto, Kajian Pro-Kontra Rencana Pembangunan Pabrik PT Semen
Gombong (April 2003).
Sebuah perusahaan berencana membangun pabrik semen di Desa Nagaraji,
Gombong Selatan, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Bahan baku
semen berupa batu gamping terletak di kawasan gua karst Gombong Selatan.
Kebanyakan penduduk daerah rendah pendapatannya. Pengusaha beranggapan
pembangunan pabrik bermanfaat bagi daerah karena mengurangi kemiskinan
dan menaikkan pendapatan asli daerah. Tetapi, pembangunan pabrik semen
juga merusak gua karst Gombong, merusak habitat tempat bersarang burung
walet dan kelelawar serta menghancurkan fungsinya sebagai “waduk alam”
penyimpan air.
Muncul persoalan yang mempertentangkan “pembangunan semen” melawan
“pelestarian gua karst Gombong”. Pengusaha telah mengantongi izin
pemerintah (1996) tentang “Analisis mengenai Dampak Lingkungan” (amdal)
sehingga syarat legal dipenuhi. Namun, banyak pihak menentang
pembangunan pabrik semen yang dianggap bakal merusak lingkungan kawasan
karst Gombong.
DALAM laporannya Bung Otto berpendirian soal pro-kontra pembangunan
pabrik semen harus dilihat dari kaca mata “Pembangunan Berkelanjutan”.
Sejak Presiden Soeharto menyepakati keputusan “Konferensi Tingkat Tinggi
Bumi” di Rio, Brasil, 1992, Indonesia menganut kebijakan pembangunan
berkelanjutan yang intrinsik masuk dalam pembangunan nasional rumusan
Bappenas.
Bila “pembangunan konvensional” menempuh hanya satu jalur pembangunan
ekonomi, “pembangunan berkelanjutan” merajut tiga unsur yang menyatu,
yakni sustainabilitas ekonomi, sustainabilitas sosial, dan
sustainabilitas ekologi-lingkungan. Agar usaha ekonomi berlanjut, perlu
diperhitungkan dampaknya pada keberlanjutan kehidupan masyarakat sosial
yang ditopang keberlanjutan fungsi ekologi-lingkungan sebagai sistem
penunjang kehidupan makhluk alam.
Ekonomi tidak bisa berlanjut di tengah masyarakat yang menderita
dampak negatif pembangunan berupa penggusuran penduduk, marginalisasi
penduduk setempat karena tidak berpendidikan dan karena miskin tidak
punya jaminan meminjam kredit perbankan. Pembangunan ekonomi serta
sosial tidak bisa berlanjut bila sistem ekologi-lingkungan yang
mendukung kehidupan alami amburadul, rusak, dan cemar.
Dalam mengkaji pro dan kontra pembangunan pabrik semen Gombong ini,
Bung Otto memakai tolok ukur pembangunan berkelanjutan yang mencakup
ketiga unsur ekonomi, sosial, dan ekologi-lingkungan. Unsur ekonomi
mencakup ikhtiar memberantas kemiskinan, membuka lapangan kerja,
mengembangkan eko-wisata. Unsur sosial memuat penanganan masalah gender
dan masalah sosial akibat penutupan penambangan semen setelah bahan
bakunya habis. Unsur ekologi-lingkungan meliputi konservasi karst
Gombong Selatan, melestarikan volume dan kualitas air, menggunakan
proses dan teknik produksi yang memperkecil pencemaran udara yang
berdampak pada pemanasan global, dan mengembangkan produksi semen dengan
cara-cara yang ramah lingkungan.
Unsur ekonomi, sosial, dan ekologi-lingkungan seyogianya terungkap
melalui kajian amdal yang program penanggulangannya termaktub dalam
“Rencana Kelola Lingkungan” (RKL) maupun “Rencana Pemantauan Lingkungan”
(RPL). Kajian kritis terhadap hasil amdal yang disetujui Pemerintah
tahun 1996 dan diuji di lapangan menunjukkan berbagai kelemahan
prinsipiil. Yang paling serius adalah tak digunakannya pendekatan
ekosistem yang mencakup ruang lingkup kawasan karst ini.
Dari sudut sustainabilitas ekonomi, kehadiran pabrik semen tidak
otomatis mengurangi kemiskinan dan membuka lapangan kerja penduduk
setempat karena rendahnya tingkat pendidikan rata-rata penduduk lokal
sehingga mudah termarginalisasi oleh pendatang. Hal-hal ini tidak
digubris RKL yang disusun.
Dari sudut sustainabilitas sosial, rendahnya indeks kesempatan
perempuan masuk angkatan kerja dan menduduki jabatan kunci menunjukkan
adanya diskriminasi perempuan di kabupaten Kebumen, sehingga dibutuhkan
upaya khusus guna menanggapinya. Namun, hal ini tidak disinggung dalam
RKL.
Dari sudut sustainabilitas ekologi-lingkungan tampak kelemahan pokok
hasil amdal yang mengabaikan fungsi karst Gombong Selatan sebagai “waduk
alam” yang amat penting karena mampu menyimpan air di Jawa Tengah
selatan yang dikenal kering. Kawasan karst bagai busa yang menampung dan
menyimpan air hujan untuk dialirkan dalam danau, air di bawah kawasan
karst, dan sungai sepanjang tahun.
Akibat tekanan pertambahan penduduk pada dekade mendatang, Jawa akan
menjadi “pulau kota” (tahun 2020). Dan air tawar menjadi bahan paling
langka sehingga kemampuan alam melestarikan sumber air menjadi amat
penting. “Sumbangan” Indonesia pada pencemaran udara global sudah amat
besar. Jika di masa depan Indonesia masih tidak aktif mengendalikan
emisi karbon dari kebakaran hutan dan pembakaran minyak bumi untuk
energi, transportasi, dan industri, maka “sumbangan” Indonesia kian
berarti bagi pencemaran udara.
Hal ini meninggikan suhu global sehingga
menaikkan permukaan laut yang bakal menenggelamkan pulau-pulau kecil di
Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Ia juga mengubah iklim kawasan Asia.
Kenaikan suhu bumi juga memperbesar pengeringan air permukaan dan
berpengaruh buruk pada pola pertanian kita yang masih banyak
mengandalkan aliran air permukaan daratan. Semua ini menaikkan nilai air
bawah tanah yang dihasilkan kawasan karst Gombong Selatan.
TEKNOLOGI produksi semen di Indonesia boros energi dan menimbulkan
emisi CO2 yang menyumbang pada kenaikkan suhu global. Kini, para
produsen semen berbagai negara, antara lain Jepang, sudah menerapkan
pola produksi blended cement yang bisa menurunkan separuh emisi CO2.
Tidak tampak dalam RKL rencana mengurangi emisi CO2. Khusus dalam
menanggapi dampak “penutupan penambangan bahan baku semen” ketika bahan
baku habis, tidak ada dalam RKL usaha memelihara keberlanjutan
pembangunan kawasan ini.
Sehingga Bung Otto menyimpulkan, suatu pola pembangunan berkelanjutan
yang secara sadar memuat unsur keberlanjutan ekonomi, sosial, dan
ekologi-lingkungan tidak bisa menerima kehadiran pembangunan pabrik
semen di Gombong Selatan, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Pola pembangunan
berkelanjutan yang didambakan perlu tertuang dalam rencana induk
pengembangan kawasan karst Gombong.
Rencana ini perlu disusun sebagai
hasil musyawarah yang melibatkan semua pemuka masyarakat Kebumen di
tempat dan di perantauan dan kita semua yang sadar akan kekhasan fungsi
karst serta ancaman kelangkaan air kelak. Rencana ini perlu difokuskan
pada penyelamatan kawasan karst Gombong yang sekaligus menjadi sentra
penggerak pembangunan kawasan dan mencakup lima bidang kegiatan.
Pertama, pengembangan pariwisata seperti wisata gua, wisata bahari,
dan eko-wisata yang didasarkan prinsip “pembangunan oleh masyarakat”.
Bentuk wisata berupa menelusuri gua, berjalan-kaki, berkuda, dan
bersepeda. Penginapan berupa “inap dan sarapan”, home-stay mengutamakan
rumah-rumah rakyat bertoilet bersih serta dihindarinya pengembangan
hotel berbintang.
Kedua,
agro-perhutanan, mengembangkan agro-ekosistem terpadu dengan struktur
tajuk bertingkat yang mencakup tumbuhan, hewan ternak, dan ikan. Sistem
dibangun atas dasar pencagaran terintegrasi bermuatan kearifan ekologi
penduduk.
Ketiga,
pengembangan laboratorium geologi mencakup ilmu speleologi, hidrologi,
bio-speleologi, dan sebagainya untuk kawasan alam tropis dan bekerja
sama dalam jaringan lembaga ilmu pengetahuan Karangsambung, Gunungkidul,
Wonogiri, dan Pacitan.
Keempat, pelestarian dan pembudidayaan burung walet yang melibatkan masyarakat serta pakar burung walet sebagai stakeholders.
Kelima,
pengembangan energi-terbarukan berupa mikroair, solar-matahari, angin,
biomassa yang terdesentralisasi sehingga menunjang pembangunan di atas.
Dengan
lima pokok Rencana Induk ini, dari kawasan karst Gombong dapat
ditembakkan “peluru” contoh pola pembangunan berkelanjutan yang tidak
lagi mempertentangkan pembangunan ekonomi dengan lingkungan tetapi
menyatu dan terpusat meningkatkan kesejahteraan rakyat kecil. Prajurit
tua memang tak pernah mati. Mereka hanya melepaskan tembakan jika perlu.
(reposting atas seijin admin https://www.facebook.com/groups/138821779543097)