Our social:

Latest Post

Kamis, 21 November 2013

Ganjar Minta Pabrik Semen Tak Rusak Lingkungan


TEMPO.CO, Kebumen - Rencana penambangan bukit kapur di kawasan eco-karst Gombong selatan mendapat perhatian khusus Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Dia meminta Badan Lingkungan Hidup tidak main-main dalam membuat Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).

”Lihat tata ruangnya. Kalau ada yang aneh, berarti ada tata uang,” kata Ganjar, usai menghadiri perayaan Hari Pangan Sedunia ke-33 di Purbalingga, Rabu, 20 November 2013.
Dia mengatakan, jika karst Gombong masuk kawasan lindung, maka tak boleh ditambang. Menurut dia, pembangunan itu harus memperhatikan aspek lingkungan dan dampaknya bagi masyarakat setempat.

Saat ini, dia sedang menunggu proses pembuatan Amdal. Dia meminta BLH serius dalam membuat Amdal sehingga dia bisa memutuskan dengan tepat, apakah Amdal penambangan PT Semen Gombong bisa dilanjutkan atau tidak. »Kalau Amdal beres, ya bisa dilanjutkan. Tapi kalau Amdal-nya mengatakan tidak bisa dilanjutkan, ya stop pembangunan pabrik,” katanya.

Dia mencontohkan, penambangan semen di Bukit Kendeng, Pati, bermasalah karena Amdal-nya tidak beres. Menurut dia, bukit kapur Kendeng merupakan kawasan karst yang menjadi daya dukung lingkungan sekitar, sehingga tidak bisa ditambang. »Pokoknya dalam membuat Amdal jangan sampai ada intervensi pemilik modal. Nanti keputusan diterima tidaknya Amdal, ada di tangan saya,” katanya.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Kebumen, Masagus Herunoto, mengatakan, IMB pembangunan pabrik sudah keluar. »Kalau Amdal masih disusun,” katanya. Menurutnya, penyusunan itu masih dalam tahap awal. Dia juga mengaku akan memperhatikan kawasan tersebut sebagai kawasan lindung dan kawasan penyerap air.

Koordinator Komunitas Masyarakat Kawasan Karst Gombong Selatan, Supriyanto, mengatakan, pembangunan pabrik semen akan merusak lingkungan. »Sejak awal kami menolak dengan tegas rencana penambangan bukit kapur Gombong itu,” kata.

Thomas Suryono, peneliti dari Acintyacunyata Speleological Club Yogyakarta, membuat simulasi matematis potensi hilangnya air jika pabrik jadi dibangun. »Berdasarkan perhitungan kami, 1,75 juta meter kubik air akan berubah menjadi air permukaan yang bisa menjadi pemicu banjir,” katanya.

Geologis PT Semen Gombong, I Wayan Tirka Laksana, membantah keberadaan gua di bukit kapur yang akan ditambang. »Tidak ada gua di lahan kami,” katanya.

Ia menyebutkan, bukit kapur yang akan ditambang hanya sekitar 3-5 persen dari total kawasan karst Gombong yang luasnya mencapai 4.894 hektare. Menurut dia, lokasi tambang PT Semen Gombong berada di kawasan timur karst Gombong. Sedangkan gua yang terbentuk puluhan juta tahun lalu itu, disebutnya berada di kawasan barat.

PT Semen Gombong merupakan anak perusahaan Grup Medco milik pengusaha Arifin Panigoro. Total luas lahan yang akan ditambang, ditambah pabrik, mencapai 500 hektare di Kecamatan Buayan dan Rowokele. Pendirian pabrik saat ini sedang menunggu pembuatan Amdal.

ARIS ANDRIANTO

Rabu, 20 November 2013

Pabrik Semen Gombong Dinilai Langgar Tata Ruang



TEMPO.CO, Kebumen - Rencana pembangunan pabrik semen oleh PT Semen Gombong dinilai tidak tepat karena melanggar Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kebumen. Kawasan bukit karst Gombong selatan sebenarnya masuk dalam kawasan lindung yang tak boleh ditambang.

"Dalam Perda RTRW Kebumen, karst Gombong masuk dalam kawasan lindung yang sangat penting untuk hajat hidup orang banyak," kata Thomas Suryono, salah satu peneliti dari Acintyacunyata Speleological Club Yogyakarta, Selasa, 19 November 2013.

Dalam peraturan daerah tersebut, bentang alam karst Gombong yang memiliki luas 4.894 hektare berfungsi sebagai kawasan resapan air. Kecamatan Buyan yang masuk dalam peta penambangan sebenarnya termasuk kawasan hutan lindung.

Thomas mengatakan bukit karst Gombong selatan sebenarnya juga telah dilindungi dalam Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang menyebutkan terdapat dua alasan penting bahwa bentang alam karst seharusnya menjadi bagian dari Kawasan Lindung Nasional. "Kawasan karst sebagai daerah resapan air dan keunikan morfologinya," katanya.

Rencana pembukaan pabrik semen di wilayah Gombong dan pengambilan bahan baku berupa batu gamping merupakan ancaman serius bagi keberlangsungan daya dukung kehidupan masyarakat di sekitarnya. Jika diteruskan, dalam tiga hingga empat tahun mendatang, Kebumen akan mengalami krisis air bersih

Thomas menambahkan, pengupasan batu gamping dalam skala besar dikhawatirkan akan merusak tata hidrologi. "Dalam tiga tahun setelah penambangan, kawasan sekitarnya akan kering saat kemarau dan banjir saat hujan," katanya.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Kebumen, Masagus Herunoto mengatakan, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pembangunan pabrik sudah keluar. "Kalau Amdal masih disusun," katanya.
Pada saat ini penyusunan amdal oleh BLH masih dalam tahap awal. Penyusunan Amdal akan memperhatikan kawasan tersebut sebagai kawasan lindung dan kawasan penyerap air. Dengan Amdal, kata dia, akan terlihat dampak pabrik itu terhadap lingkungan dan masyarakat.

ARIS ANDRIANTO

Pembangunan PT Semen Gombong Tinggal Tunggu Amdal



TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pembangunan pabrik PT Semen Gombong hanya tinggal menunggu keluarnya analisis dampak lingkungan. Kepala Badan Lingkungan Hidup Kebumen, Masagus Herunoto, menyatakan penyusunan amdal akan memperhatikan kawasan itu sebagai kawasan lindung dan penyerap air. 

Sejumlah LSM lingkungan hidup menentang penambangan batu gamping dari karst Gombong yang dikhawatirkan akan merusak lingkungan serta sumber air bagi masyarakat Kebumen dan sekitarnya.    

Dia akan memastikan bukit kapur yang akan ditambang berada di luar kawasan lindung. »Kami juga akan melihat apakah warga sekitar tambang mengizinkan apa tidak,” kata Masagus, Senin, 18 November 2013.

Site Manager PT Semen Gombong, Tineke Sunarni, mengatakan PT Semen Gombong akan mengikuti seluruh peraturan perundangan yang ada. "Kami optimistis Amdal bisa segera keluar dan kami bisa segera membangun pabrik," katanya.

Ia mengatakan, sebenarnya Amdal pembangunan pabrik sudah pernah keluar pada 1996. Hanya saja, karena ada krisis moneter, proyek itu dihentikan. Saat ini mereka harus membuat Amdal baru dengan peraturan baru.

Ia menyebutkan, bukit kapur yang akan ditambang hanya 3-5 persen dari total kawasan karst Gombong sebesar 4.894 hektare. Menurut dia, lokasi tambang PT Semen Gombong berada di kawasan timur karst Gombong. Tineke mengklaim lokasi tambang berbeda dengan gua karst berumur puluhan juta tahun yang menurut dia berada di sebelah barat.

PT Semen Gombong merupakan anak perusahaan Grup Medco milik pengusaha Arifin Panigoro. Total luas lahan yang akan ditambang ditambah pabrik mencapai 500 hektare di Kecamatan Buayan dan Rowokele.

ARIS ANDRIANTO

Masyarakat Karst Gombong Tolak Pabrik Semen


Selasa, 09 Juli 2013

Menyelamatkan Karst Gombong

Karst Karangbolong atau Karst Gombong Selatan memiliki fungsi sebagai penangkap, penyimpan dan penyuplai air bersih bagi masyarakat yang hidup di sekitarnya (Foto. A.B. Rodhial falah)

PRAJURIT tua tak pernah mati, mereka hanya memudar hilang”. Kalimat Jenderal Mac Arthur melintas di ingatan saat membaca laporan Otto Soemarwoto, Kajian Pro-Kontra Rencana Pembangunan Pabrik PT Semen Gombong (April 2003).

Sebuah perusahaan berencana membangun pabrik semen di Desa Nagaraji, Gombong Selatan, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Bahan baku semen berupa batu gamping terletak di kawasan gua karst Gombong Selatan. Kebanyakan penduduk daerah rendah pendapatannya. Pengusaha beranggapan pembangunan pabrik bermanfaat bagi daerah karena mengurangi kemiskinan dan menaikkan pendapatan asli daerah. Tetapi, pembangunan pabrik semen juga merusak gua karst Gombong, merusak habitat tempat bersarang burung walet dan kelelawar serta menghancurkan fungsinya sebagai “waduk alam” penyimpan air.

Muncul persoalan yang mempertentangkan “pembangunan semen” melawan “pelestarian gua karst Gombong”. Pengusaha telah mengantongi izin pemerintah (1996) tentang “Analisis mengenai Dampak Lingkungan” (amdal) sehingga syarat legal dipenuhi. Namun, banyak pihak menentang pembangunan pabrik semen yang dianggap bakal merusak lingkungan kawasan karst Gombong.

DALAM laporannya Bung Otto berpendirian soal pro-kontra pembangunan pabrik semen harus dilihat dari kaca mata “Pembangunan Berkelanjutan”. Sejak Presiden Soeharto menyepakati keputusan “Konferensi Tingkat Tinggi Bumi” di Rio, Brasil, 1992, Indonesia menganut kebijakan pembangunan berkelanjutan yang intrinsik masuk dalam pembangunan nasional rumusan Bappenas.

Bila “pembangunan konvensional” menempuh hanya satu jalur pembangunan ekonomi, “pembangunan berkelanjutan” merajut tiga unsur yang menyatu, yakni sustainabilitas ekonomi, sustainabilitas sosial, dan sustainabilitas ekologi-lingkungan. Agar usaha ekonomi berlanjut, perlu diperhitungkan dampaknya pada keberlanjutan kehidupan masyarakat sosial yang ditopang keberlanjutan fungsi ekologi-lingkungan sebagai sistem penunjang kehidupan makhluk alam.

Ekonomi tidak bisa berlanjut di tengah masyarakat yang menderita dampak negatif pembangunan berupa penggusuran penduduk, marginalisasi penduduk setempat karena tidak berpendidikan dan karena miskin tidak punya jaminan meminjam kredit perbankan. Pembangunan ekonomi serta sosial tidak bisa berlanjut bila sistem ekologi-lingkungan yang mendukung kehidupan alami amburadul, rusak, dan cemar.

Dalam mengkaji pro dan kontra pembangunan pabrik semen Gombong ini, Bung Otto memakai tolok ukur pembangunan berkelanjutan yang mencakup ketiga unsur ekonomi, sosial, dan ekologi-lingkungan. Unsur ekonomi mencakup ikhtiar memberantas kemiskinan, membuka lapangan kerja, mengembangkan eko-wisata. Unsur sosial memuat penanganan masalah gender dan masalah sosial akibat penutupan penambangan semen setelah bahan bakunya habis. Unsur ekologi-lingkungan meliputi konservasi karst Gombong Selatan, melestarikan volume dan kualitas air, menggunakan proses dan teknik produksi yang memperkecil pencemaran udara yang berdampak pada pemanasan global, dan mengembangkan produksi semen dengan cara-cara yang ramah lingkungan.

Unsur ekonomi, sosial, dan ekologi-lingkungan seyogianya terungkap melalui kajian amdal yang program penanggulangannya termaktub dalam “Rencana Kelola Lingkungan” (RKL) maupun “Rencana Pemantauan Lingkungan” (RPL). Kajian kritis terhadap hasil amdal yang disetujui Pemerintah tahun 1996 dan diuji di lapangan menunjukkan berbagai kelemahan prinsipiil. Yang paling serius adalah tak digunakannya pendekatan ekosistem yang mencakup ruang lingkup kawasan karst ini.

Dari sudut sustainabilitas ekonomi, kehadiran pabrik semen tidak otomatis mengurangi kemiskinan dan membuka lapangan kerja penduduk setempat karena rendahnya tingkat pendidikan rata-rata penduduk lokal sehingga mudah termarginalisasi oleh pendatang. Hal-hal ini tidak digubris RKL yang disusun.

Dari sudut sustainabilitas sosial, rendahnya indeks kesempatan perempuan masuk angkatan kerja dan menduduki jabatan kunci menunjukkan adanya diskriminasi perempuan di kabupaten Kebumen, sehingga dibutuhkan upaya khusus guna menanggapinya. Namun, hal ini tidak disinggung dalam RKL.

Dari sudut sustainabilitas ekologi-lingkungan tampak kelemahan pokok hasil amdal yang mengabaikan fungsi karst Gombong Selatan sebagai “waduk alam” yang amat penting karena mampu menyimpan air di Jawa Tengah selatan yang dikenal kering. Kawasan karst bagai busa yang menampung dan menyimpan air hujan untuk dialirkan dalam danau, air di bawah kawasan karst, dan sungai sepanjang tahun.

Akibat tekanan pertambahan penduduk pada dekade mendatang, Jawa akan menjadi “pulau kota” (tahun 2020). Dan air tawar menjadi bahan paling langka sehingga kemampuan alam melestarikan sumber air menjadi amat penting. “Sumbangan” Indonesia pada pencemaran udara global sudah amat besar. Jika di masa depan Indonesia masih tidak aktif mengendalikan emisi karbon dari kebakaran hutan dan pembakaran minyak bumi untuk energi, transportasi, dan industri, maka “sumbangan” Indonesia kian berarti bagi pencemaran udara.

Hal ini meninggikan suhu global sehingga menaikkan permukaan laut yang bakal menenggelamkan pulau-pulau kecil di Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Ia juga mengubah iklim kawasan Asia. Kenaikan suhu bumi juga memperbesar pengeringan air permukaan dan berpengaruh buruk pada pola pertanian kita yang masih banyak mengandalkan aliran air permukaan daratan. Semua ini menaikkan nilai air bawah tanah yang dihasilkan kawasan karst Gombong Selatan.

TEKNOLOGI produksi semen di Indonesia boros energi dan menimbulkan emisi CO2 yang menyumbang pada kenaikkan suhu global. Kini, para produsen semen berbagai negara, antara lain Jepang, sudah menerapkan pola produksi blended cement yang bisa menurunkan separuh emisi CO2. Tidak tampak dalam RKL rencana mengurangi emisi CO2. Khusus dalam menanggapi dampak “penutupan penambangan bahan baku semen” ketika bahan baku habis, tidak ada dalam RKL usaha memelihara keberlanjutan pembangunan kawasan ini.
Sehingga Bung Otto menyimpulkan, suatu pola pembangunan berkelanjutan yang secara sadar memuat unsur keberlanjutan ekonomi, sosial, dan ekologi-lingkungan tidak bisa menerima kehadiran pembangunan pabrik semen di Gombong Selatan, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Pola pembangunan berkelanjutan yang didambakan perlu tertuang dalam rencana induk pengembangan kawasan karst Gombong.

Rencana ini perlu disusun sebagai hasil musyawarah yang melibatkan semua pemuka masyarakat Kebumen di tempat dan di perantauan dan kita semua yang sadar akan kekhasan fungsi karst serta ancaman kelangkaan air kelak. Rencana ini perlu difokuskan pada penyelamatan kawasan karst Gombong yang sekaligus menjadi sentra penggerak pembangunan kawasan dan mencakup lima bidang kegiatan.

Pertama, pengembangan pariwisata seperti wisata gua, wisata bahari, dan eko-wisata yang didasarkan prinsip “pembangunan oleh masyarakat”. Bentuk wisata berupa menelusuri gua, berjalan-kaki, berkuda, dan bersepeda. Penginapan berupa “inap dan sarapan”, home-stay mengutamakan rumah-rumah rakyat bertoilet bersih serta dihindarinya pengembangan hotel berbintang.

Kedua, agro-perhutanan, mengembangkan agro-ekosistem terpadu dengan struktur tajuk bertingkat yang mencakup tumbuhan, hewan ternak, dan ikan. Sistem dibangun atas dasar pencagaran terintegrasi bermuatan kearifan ekologi penduduk.

Ketiga, pengembangan laboratorium geologi mencakup ilmu speleologi, hidrologi, bio-speleologi, dan sebagainya untuk kawasan alam tropis dan bekerja sama dalam jaringan lembaga ilmu pengetahuan Karangsambung, Gunungkidul, Wonogiri, dan Pacitan.

Keempat, pelestarian dan pembudidayaan burung walet yang melibatkan masyarakat serta pakar burung walet sebagai stakeholders.

Kelima, pengembangan energi-terbarukan berupa mikroair, solar-matahari, angin, biomassa yang terdesentralisasi sehingga menunjang pembangunan di atas.

Dengan lima pokok Rencana Induk ini, dari kawasan karst Gombong dapat ditembakkan “peluru” contoh pola pembangunan berkelanjutan yang tidak lagi mempertentangkan pembangunan ekonomi dengan lingkungan tetapi menyatu dan terpusat meningkatkan kesejahteraan rakyat kecil. Prajurit tua memang tak pernah mati. Mereka hanya melepaskan tembakan jika perlu. 

(reposting atas seijin admin https://www.facebook.com/groups/138821779543097)