Our social:

Latest Post

Rabu, 14 Januari 2009

Urgensi Dialog 'budaya' Teater Kebumen

Malam tak sepenuhnya cerah, tebar mendung menutup wajah bulan jelang purnama Asyura. Dan di dalam gedung PGRI, Jl. Kaswari Kebumen, tengah berlangsung Dialog Budaya. Tepatnya, bincang-bincang teater Kebumen atas prakarsa Forset.
Hari itu, Jum'at, 9 Januari 2009, malam setelah dilangsungkan pembacaan dan musikal puisi. Dialog yang diikuti tak lebih dari 50 peserta ini, dipandu moderator Eko Sajarwo dibantu Toto Karyanto.
Eko yang memaparkan keprihatinan terhadap lesunya iklim teater di Kebumen, pada awalnya juga menyinggung fungsi dan peran media yang tidak dimanfaatkan secara maksimal. Menurutnya,

Selasa, 06 Januari 2009

Catatan Kecil dari Festival Ebeg Anak

KEBUMEN. Akhir tahun 2008 lalu ada penanda lain di plaza alun-alun Kebumen. Peristiwa yang juga menandai peringatan Hari Jadi Kebumen itu adalah penyelenggaraan Festival Ebeg Anak. Ada 26 kelompok partisipan yang semuanya terdiri dari anak SD se kabupaten Kebumen.
Penonton yang menyaksikan festival ini cukup banyak, temu gelang mengepung arena festival. Bahkan siraman gerimis tak serta merta membubarkan mereka.
Dengan iringan musik tradisi dari sound-system, di depan Dewan Yuri, ke 26 kelompok partisipan menampilkan sajian yang rata-rata nyaris sama. Tetapi hal itu hanya ada pada musik pengiring dan bentuk tarian. Namun ada belasan varian seting konfigurasi yang berbeda. Beberapa terlihat bermain bagus di aspek ini. Paduan koreografi, meski terkesan rada-rada seragam, tapi eksplorasi bahasa tubuh pada anak memang sebuah art-performa yang unik. Beberapa anak, secara personal bermain pada kekuatan inner yang sungguh bagus. Selalu ada hal menonjol dapat dìtemukan dari sana, melebihi keindahan gesture pemain dewasa.
Catatan ini bukan untuk maksud kritis, apalagi dengan melihat festival ini, sepertinya kita menemukan jawaban atas problem-problem regenerasi bagi tradisi berkesenian.
Di luar semua itu, muncul pertanyaan baru, akankah ada kebìjakan budaya yang dapat mewadahi potensi dari kalangan generasi ini..
Ataukah bahwa festival demikian merupakan ritual tradisi yang juga belum terjamin kontinyuitasnya?

Kamis, 01 Januari 2009

RETORìKA

: mestinya aku tak di rumah saja sebab jalanan adalah kanal paling lega
ke tempat mana menara berkaki gurita
bisa ditumbangkan sekali saja

: ya rumah tilamaya begini sumpek
jelaga udara terpanggang apek
dan sebab dinding telah penuh catatan hutang
atap langitku mulai ragu
seperti juga imanku kepadamu

: tapi masih saja kau bertamu
mengukir janji di muka pintu

- Suwuk, Maret 2008