Our social:

Latest Post

Senin, 29 Desember 2008

Rumah Narus

//
di depan rumah Narus, tamuku datang bergulung duda/ gelisah telah cukup luruh, satu dua tutur membisikkan gerimis tengah malam/ bahwa selalu ada yang tersia di luar kepala/ serta orang lalu lalang makin lama mengabaikannya

//

di dalam rumah Narus, sebab tiada meja kursi selain kopi/ kami nengecap kepahitan tanpa gula tiap hari/ mata bulan memadam dan padat di bulir merjan/ wirid telah rembes lewat celah daun pintu lalu membatu, mana kataMu
//

di beranda rumah Narus sebab terang semua gambar masa lalu pun menyala/ udara malam menghancurkan tabirtabir, tiraitiraì lusuh sejarah penuh darah/ tetapi kenapa cabik luka belum terkuak ditimbun bunga melur daun gugur/ dan kita kini menulis dengan kata sambil masih menangis siasia

//

di dapur rumah Narus kompor berkarat minyak habis, kerak mfnjuntai dari langìtlangitMu/ nota utang menutup pringgitan, berikut bungabunga yang jadi beban

//

Sabtu, 20 Desember 2008

Tirakat Suran

Pagi saat postingan ini dibuat, tamu saya, mas Guru, baru pamìt pulang..
"Ini lèk-lèkan malem Sura beneran", katanya.
Iya. Lha wong sampé jam 04 lebih, kami masih jaga. Sore tadi sampai tengah malam, saat gerimis, mas Guru baru pulang dari mendatangi undangan sarasehan budaya di komunitas mata-baca 'al-Furqon' desa Kembaran.
Tak banyak diceritakan bagaimana sarasehan budaya itu. Kami lebih intens ngomong soal-soal keseharian menurut bacaan masing-masing. Sampai kemudian topik kami menyoal situs Midangan.
Kabarnya, saat 'malem suro' begini, banyak orang tirakat. Pada umumnya masyarakat tradisional kita memang gemar laku tirakat itu.