Rumah Narus
//di depan rumah Narus, tamuku datang bergulung duda/ gelisah telah cukup luruh, satu dua tutur membisikkan gerimis tengah malam/ bahwa selalu ada yang tersia di luar kepala/ serta orang lalu lalang makin lama mengabaikannya
//
di dalam rumah Narus, sebab tiada meja kursi selain kopi/ kami nengecap kepahitan tanpa gula tiap hari/ mata bulan memadam dan padat di bulir merjan/ wirid telah rembes lewat celah daun pintu lalu membatu, mana kataMu
//
di beranda rumah Narus sebab terang semua gambar masa lalu pun menyala/ udara malam menghancurkan tabirtabir, tiraitiraì lusuh sejarah penuh darah/ tetapi kenapa cabik luka belum terkuak ditimbun bunga melur daun gugur/ dan kita kini menulis dengan kata sambil masih menangis siasia
//
di dapur rumah Narus kompor berkarat minyak habis, kerak mfnjuntai dari langìtlangitMu/ nota utang menutup pringgitan, berikut bungabunga yang jadi beban
//